Ketua PASTI Indonesia : Saya Tionghoa, Mengapa Akhirnya Saya Memilih Prabowo-Sandiaga Di 2019?!

Jakarta, MANews – Pilpres 2019 sudah di depan mata, ajang pesta demokrasi mengantarkan Indonesia untuk memilih Pemimpin Bangsa. Namun sayangnya, ketentuan Presidential Threshold  membatasi dan hanya membawa Pilpres 2019 menjadi arena Rematch antara Jokowi dengan Prabowo. Agak memilukan, rakyat selaku pemilik kedaulatan hanya diberikan pada 2 pilihan kandidat dan Golput bukanlah solusi untuk Pilpres 2019 ini.

Sebagaimana yang terjadi, Pilpres 2014 telah mengantarkan Jokowi menjadi Presiden RI dengan Jusuf Kalla sebagai wakilnya, dan Prabowo sebagai kubu Oposisi. Dalam Pilpres 2019, banyak perubahan yang terjadi,mulai dari yang awalnya menjadi Oposisi berubah menjadi Koalisi hingga Demokrat yang awalnya penyeimbang harus memilih berpihak bila ingin AHY dapat maju dalam pilpres 2024 nanti sesuai dengan aturan Presidential Threshold.

Strategi dan perang urat saraf juga sudah ramai di gencarkan, mulai dari saling sindir, saling mencontoh gaya kampanye dilapangan hingga kosakata baru seperti SONTOLOYO dan GENDERWO pun booming saat ini. Dagelan-dagelan politik mulai ramai di pertontonkan, dan seolah Rakyat di dorong untuk terpecah menjadi dua bagian, Pro Koalisi atau Pro Oposisi, tanpa ada OPSI.

Namun signal berbeda di perlihatkan oleh Ketua PASTI Indonesia, yang selama ini cukup di kenal sebagai pendukung Jokowi mulai dari 2012 di pilkada hingga 2014 di pilpres. Di hubungi oleh MAnews melalui WA, laki-laki Tionghoa yang biasa di sapa Arlex ini menyatakan dalam pilpres 2019 dirinya mantap mendukung Prabowo. walau semula dirinya memilih untuk Golput dalam pilpres 2019, namun beberapa pertimbangan krusial akhirnya membuatnya menentukan pilihan.

Prabowo Menjadi Jawaban Solusi untuk saat ini

Karena aturan Presidential Threshold, maka kita tidak memiliki opsi lain dan menjadi golput juga bukan sebagai solusi cerdas. Selama 4 tahun ini kita sudah melihat kepemimpinan Jokowi,  beberapa hal baik mungkin yang bisa di ambil adalah Jokowi bukan ketua Partai dan juga bukan bagian dari Trah Rezim penguasa. Namun itu juga menjadi kekurangan Jokowi, karena tidak memiliki parpol maka mayoritas keputusan harus mengikuti kesepakatan Partai pendukung, sebagaimana yang dapat kita lihat. Mulai dari bagi-bagi kursi menteri yang semula direncanakan ramping, jabatan Komisaris BUMN yang dibagi-bagi guna balas budi tanpa melihat kecakapan dan kesesuaian dalam bidangnya. Hingga beberapa kebijakan tidak jelas seperti Impor beras tatkala stock beras masih memadai, kebijakan ekonomi tidak cermat hingga pajak yang tinggi dikala ekonomi terpuruk, hutang yang terus bertambah tanpa perencanaan pembangunan yang tepat,Korupsi yang semakin marak di daerah hingga Janji penyelesaian kasus Ham yang tidak berujung.

Memang Prabowo belum tentu dapat menjawab semua solusi permasalahan ini, namun menyerahkan 5 tahun kedepan kepada Jokowi juga bukan pilihan cerdas. Sepertinya kita harus lebih percaya “Make Indonesia Great Again” daripada sekedar ESEMKA akan jadi mobil nasional.

Stop Anti Prabowo, Prabowo Penjahat HAM?

Banyak ketakutan yang sengaja di lepaskan seolah Prabowo adalah Penjahat HAM, dan Otak daripada 1998. sederhananya? kalau itu benar, Megawati selaku ketua umum Partai Wong cilik tentu tidak akan berani berpasangan dengan Prabowo di pilpres 2009 lalu. Terkiat dengan Tim Mawar, Prabowo sendiri sudah mengambil tanggung jawab itu dengan diberhentikan secara hormat. Dan terkait apa yang dilakukan Tim Mawar, mengamankan atau menghilangkan, bisa ditanyakan langsung kepada Pius dan Desmon, lalu siapa yang bertanggung jawab atas pasukan terlatih yang menghilangkan 13 orang lainnya? siapa yang bertanggung jawab ketika Pasukan ditarik ke malang sehingga ibukota terjadi kekosongan dan memicu terjadinya kerusuhan. Siapa yang hingga saat ini tidak dapat keluar negeri? karena akan ditangkap dan disidangkan oleh pengadilan HAM Internasional. Dan perlu di ketahui, Prabowo adalah orang yang paling ikhlas saat itu sebagaimana perkataan Gusdur, korban dari permainan “elit” yang dimana dituduh akan melakukan kudeta, di berhentikan dari Kesatuan, hingga harus menerima tamparan dan kemudian sanksi perceraian dari Titiek Soeharto.

Prabowo anti Tionghoa dan Keberagaman? 

Issu ini yang paling sering dilepaskan kepada etnis Tionghoa, seolah-olah Prabowo adalah dalang kerusuhan 1998  dan Prabowo sangat anti terhadap Tionghoa maupun keberagaman. Bagaimana Prabowo anti Tionghoa? Prabowo sendiri pada saat itu menggunakan Pelatih kungfu yang berdarah Tionghoa untuk mengajarkan Kopassus ilmu beladiri Kungfu. Prabowo anti keberagaman? Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo sendiri beragama Nasrani dan Prabowo sendiri masih berdarah manado dari ibunya. issu-issu tersebut hanya bagian dari Black Campaign yang bertujuan memupuskan Prabowo untuk Make Indonesia Great Again.

Prabowo jadi Presiden maka akan Ganti Sistem?

Issu seperti ini akhir-akhir ini marak digaungkan, seolah bila Prabowo menjadi Presiden maka sistem di Indonesia akan berubah! Prabowo adalah seorang Prajurit sejati, yang di sumpah,didik dan di tempa untuk menjaga keutuhan bangsa, bagaimana mungkin akan merubah sistem? Ijtima Ulama II sebanyak 17 Poin juga tidak menyatakan Indonesia akan berubah sistem! itu hanya issu yang sengaja dilepaskan karena kekuatiran akan suara umat Muslim dan Nasionalis yang kecewa dengan 4 tahun pemerintahan ini akan mengalirkan dukungan kepada Prabowo.

Menurut Arlex, tentu tidak mudah membuat Prabowo menang dalam pilpres 2019 melawan petahana yang memiliki tim jauh lebih solid, walau saat ini mayoritas masyarakat menginginkan perubahan signifikan pada pilpres 2019. beberapa hal wajib di perhatikan oleh Tim Pemenangan Prabowo, khususnya terkait dengan Kantung-kantung suara di pelosok-pelosok daerah. Butuh kerja lebih nyata terhadap masyarakat, mulai dari pemaparan visi-misi hingga program kerja yang akan dicanangkan bukan hanya sekedar puisi dan lagu. OK-OC sendiri yang pernah gagal di Jakarta, harus di revisi bila ingin dijadikan program nasional.

Di sisi lain, suara di Papua juga harus diberikan perhatikan khusus! mengingat tragedi suara di 2014, karena kecurangan itu paling mudah dilakukan di Papua, mengingat luas papua yang berukuran 3 kali lipat dari pulau jawa, akan mempermudah pengelembungan suara. Untuk saat ini sendiri, beberapa signal perubahan mulai tampak di papua, Seperti di Sorong yang mulai militan dengan PAS 2019, BatuApi di fakfak, serta beberapa wilayah seperti Bintuni, Kaimana, Manokwari.

Arlex sendiri mengajak masyarakat Tionghoa untuk tidak alergi dengan Prabowo dan tidak mudah percaya issu-issu yang sengaja di lepaskan seolah Prabowo anti terhadap tionghoa, anti keberagaman, dan tidak perlu kuatir apabila prabowo kelak menjadi Presiden akan terjadi pergantian sistem, karena jelas hal itu tidak mungkin terjadi. Ijtima ulama sendiri menekankan untuk merawat kerukunan umat beragama. PASTI Indonesia dalam hal ini sebagai lembaga tidak akan di ikut sertakan arlex dalam perhelatan Pilpres 2019, karena secara organisasi PASTI Indonesia adalah Independent bukan underbow ataupun simpatisan parpol. dan kalaupun kelak di 2019, pilihanya kalah, maka sebagai konsekuensi dirinya kan mundur dari PASTI Indonesia dan menyerahkan PASTI Indonesia kepada adik-adik di papua.

2019 adalah Pesta demokrasi Rakyat, maka biarkanlah rakyat yang memilih dan menentukan pemimpinnya, tanpa harus ada kebohongan dan kecurangan, Rakyat adalah pemilik kedaulatan dan  sepatutnya juga Rakyat tidak dibiarkan terus menjadi tamu di Negeri sendiri. (aban)