Makassar (MAnews)- Bentrokan kembali terjadi saat prosesi pencucian benda pusaka Kerajaan Gowa atau “Accera Kalompoang” di Istana Balla Lompoa, Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan.Prosesi adat Accera
Kalompoang ini rutin digelar setiap hari raya Salat Idul Adha. Bentrokan pada Senin (12/9/2016), diduga dipicu penolakan keluarga keturunan Raja Gowa, Andi Maddusila Idjo. Andi merasa haknya sebagai keturunan langsung Raja Gowa dicaplok oleh Lembaga Adat Daerah.
Lembaga Adat Daerah ini dipimpin Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo yang baru saja dikukuhkan sebagai “Somba Gowa” pada Kamis lalu (8/9).
Massa pendukung Andi Maddusila berupaya menggagalkan prosesi pencucian benda pusaka di Balla Lompoa, karena dianggap tidak sah dengan ketidakhadiran keluarga Kerajaan Gowa. Massa melempar batu ke arah kompleks Balla Lompoa.
Ratusan personel polisi anti huru-hara dari Polres Gowa dan Polda Sulsel memasang barikade di sekeliling jalan di Balla Lompoa untuk membendung serangan massa pendukung Andi Maddusila yang membawa senjata tajam dan batu.
Aksi bentrokan dua kubu juga terjadi sekitar pukul 13.00 WITA, Minggu (11/9), saat massa pendukung Andi Maddusila melakukan ritual keliling Balla Lompoa.
Konflik Andi Maddusila dengan Bupati Gowa sudah berlangsung lebih dari 10 tahun, sejak tahun 2005, pasca kekalahannya dalam Pilkada Gowa oleh Ichsan Yasin Limpo, adik kandung Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo.
Pada Pilkada Gowa tahun 2015, Andi Maddusila kembali dikalahkan oleh putra Ichsan YL, Adnan Purichta.
Hubungan keluarga kerajaan Gowa makin memanas saat Adnan melucuti hak keturunan keluarga Kerajaan Gowa untuk melangsungkan prosesi adatnya, setelah Bupati Gowa mengeluarkan Perda No 5 Tahun 2016 tentang Lembaga Adat Daerah.
Setelah itu Adnan dikukuhkan sebagai “Sombayya Gowa” yang berarti Raja yang disembah di Gowa, gelar yang dahulu melekat pada Raja-raja Gowa.
Adnan dalam rilisnya menyebutkan bahwa Raja Gowa terakhir, Andi Idjo Mattawang Karaeng Lalolang, yang meleburkan kerajaannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kemudian diangkat menjadi Bupati pertama Gowa pada tahun 1946 yang kemudian menyatakan dirinya sebagai raja terakhir di Gowa.
“Tidak ada lagi Raja di Gowa setelah Andi Idjo Krg Lalolang, karena sudah berganti nama menjadi Bupati. Olehnya itu siapa pun Bupati di Gowa, maka dia sama dengan Raja Gowa, di zaman kerajaan. Makanya Perda LAD mengatur struktur, bahwa Bupati sebagai KETUA LAD yang menjalankan fungsi Sombayya. Sekali lagi menjalankan fungsi sebagai Sombayya. Sombayya dulunya adalah pimpinan tertinggi di Kerajaan Gowa. Setelah bergabung dengan NKRI dan berstatus Daerah Tk II Gowa, bupati yang menjadi pimpinan tertinggi,” papar Adnan.
Situasi saat ini di sekitar Balla Lompoa masih memanas. Ratusan personel polisi masih melakukan penjagaan ketat di sekeliling kompleks Balla Lompoa. Hingga saat ini belum ada keterangan resmi mengenai ada tidaknya pelaku bentrokan yang diamankan polisi.(MAF/DLL)