MA-News, Hampir sebulan terakhir ini, Fakfak diramaikan dengan aksi demonstrasi. Fenomena demonstrasi ini sebagai akibat dari miskinnya kebijakan yang dirancangkan oleh pemerintah Kabupaten Fakfak dalam menyikapi berbagai polemik yang dirasakan oleh masyarakat. bagaimana tidak? kebijakan yang semestinya berdampak dan berpihak kepada masyarakat, malahan justru tidak demikian. Kebijakan yang identik menguntungkan kelompok tertentu dan pihak khusus ini, semakin meluas dan seakan terus-menerus dipaksakan pemberlakuannya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak.
Salah satu Kebijakan yang terlihat tidak Pro terhadap Masyarakat adalah “Penerimaan CPNS”. Pasalnya terkesan bahwa penerimaan tes CPNS saat ini dilakukan secara online, dan tidak mengakomodir Orang Asli Papua (OAP). Pada hal jika kita merujuk pada Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, sudah semestinya representase OAP merupakan skala prioritas dalam penentuan kebijakan pemerintah daerah, dan rekrutmen tenaga kerja.
Hal ini secara jelas tercover dalam Undang-Undang NO. 21 TAHUN 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Dalam Pasal 62 ayat 1, dikatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak serta bebas memilih dan/atau pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya” Selanjutnya dalam ayat 2 pula dikatakan bahwa “Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya”.
Merujuk pada Undang-undang No. 21 Tahun 2001, semestinya Pemerintah Daerah dapat mengutamakan OAP dalam mendapatkan pekerjaan. Namun seakan tidak peduli dengan undang-undang tersebut, Pemerintah Kabupaten Fakfak justru lebih mengutamakan Nepotisme terselubung dengan memprioritaskan orang Non Papua dalam proses rekrutmen CPNS.
Para Demonstran yang didominasi oleh anak-anak asli Fakfak (Pemuda dan Mahasiswa) serta dimoderasi oleh Dewan Adat Mbaham-Matta sepanjang paroh waktu ini terus-menerus melancarkan aksi demo terhadap pemerintah Kabupaten Fakfak (baca : Bupati dan DPRD). Mereka menuntut adanya kebijakan pemerintah dalam rangka menetapkan quota seleksi kelulusan tes CPNS sebesar 80 % OAP dan 20 % ONP (Orang Non Papua).
Fatalnya dalam aksi demo yang dilancarkan di depan Kantor Bupati Fakfak (Selasa, 11/06/19), Bupati Kabupaten Fakfak yang sering disapa Mocha justru memilih berangkat keluar daerah serta membiarkan Wakil Bupati Fakfak beserta sejumlah asisten yang menghadapi para demonstran. Seakan menghindar dan tidak ingin bertanggung jawab terhadap semua ihwal kebijakan yang telah dibuatkan.
Dilain sisi petinggi Dewan Adat (Bpk. Apnel Hegemur) yang dikonfirmasi melalui telpon. menjelaskan bahwa Dewan Adat akan selalu berdiri dan memperjuangkan hak-hak dasar masyarakat asli Papua yang terzolimi dan terabaikan akibat sebuah kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. “Jadi kami selaku Dewan Adat Mbaham-Matta wilayah Bomberay akan selalu berdiri dan memperjuangkan hak-hak dasar masyarakat asli Papua yang terzolimi dan terabaikan akibat sebuah kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah” Tegas Apnel.
Sementara Fredy Wauw selaku pendemo menyesalkan tindakan Bupati Fakfak yang selalu menghindari para pendemo yang melakukan demonstrasi menyampaikan aspirasi kepada Pemerintah Kabupaten. “saya menyesal karena aksi yang kita lakukan tidak dihadiri oleh Bupati Fakfak (Mocha), beliau malah memilih untuk meninggalkan kota dengan alasan yang kita tidak tahu” Tegas Fredy. — Dr