MataAnginNews,Manokwari, 7 Oktober 2025 — Sejak Kota Sorong resmi menjadi ibu kota Provinsi Papua Barat Daya, Papua Barat kehilangan satu-satunya kotamadya. Kini, provinsi ini berdiri tanpa poros perkotaan, tanpa pusat administrasi yang setara, dan tanpa pengakuan atas wilayah tua seperti Kokas yang telah lama menanti pemekaran.
Di tengah ketimpangan ini, kehadiran dan keberpihakan Pemerintah Pusat sangat ditunggu. Aspirasi masyarakat Papua Barat bukan sekadar permintaan administratif, melainkan seruan keadilan wilayah, pengakuan sejarah, dan percepatan pembangunan yang telah lama tertunda.
Sejak pemekaran Provinsi Papua Barat Daya pada akhir 2022, Kota Sorong resmi menjadi ibu kota provinsi baru tersebut. Dampaknya, Papua Barat kehilangan satu-satunya kotamadya yang sebelumnya menjadi pusat administrasi, ekonomi, dan pelayanan publik. Hingga kini, pemerintah pusat belum menetapkan pengganti Kota Sorong sebagai kotamadya baru di Papua Barat.
Kehilangan Status Kota Dengan lepasnya Kota Sorong, Papua Barat menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia tanpa kotamadya. Seluruh wilayah administratif kini terdiri dari kabupaten, tanpa satu pun kota yang memiliki status otonom. Hal ini berdampak pada distribusi anggaran, pelayanan publik, dan representasi wilayah dalam skema pembangunan nasional.
Mengapa Kotamadya Itu Penting?
Kotamadya bukan sekadar status administratif. Ia adalah poros pembangunan, pusat pelayanan publik, dan wajah peradaban suatu provinsi. Tanpa kota, Papua Barat kehilangan:
- Simpul ekonomi dan logistik: Kotamadya menjadi pusat perdagangan, transportasi, dan distribusi barang dan jasa.
- Pusat pelayanan publik terpadu: Kota menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan administrasi yang lebih lengkap dan terjangkau.
- Representasi politik dan fiskal: Kota memiliki alokasi anggaran tersendiri dan peran strategis dalam perencanaan pembangunan nasional.
- Identitas wilayah: Kota menjadi simbol kemajuan dan pengakuan atas peradaban lokal.
📌 Kerugian Papua Barat tanpa Kotamadya:
- Kehilangan daya tawar fiskal dalam perencanaan APBN dan Dana Alokasi Khusus.
- Terhambatnya pelayanan publik karena semua kabupaten harus mengurus ke provinsi tanpa simpul kota.
- Minimnya investasi dan infrastruktur perkotaan, karena tidak ada wilayah yang secara hukum diakui sebagai kota.
- Ketimpangan pembangunan dibanding provinsi lain yang memiliki lebih dari satu kota.
Kokas: Wilayah Tua yang Harus Segera Ditindaklanjuti
Kokas bukan hanya layak, tapi mendesak untuk dimekarkan menjadi kabupaten. Mengapa?
- Rekam jejak sejarah: Kokas adalah tapak peradaban tua, rumah bagi situs arkeologi, gua prasejarah, dan tradisi leluhur yang masih hidup.
- Potensi ekonomi lokal: Pelabuhan Kokas, perikanan, dan pariwisata budaya memiliki nilai strategis.
- Ketimpangan administratif: Kokas masih berada di bawah Kabupaten Fakfak, dengan akses pelayanan publik yang terbatas dan alokasi anggaran yang tidak proporsional.
- Aspirasi masyarakat: Pemekaran telah didorong oleh tokoh adat, pemuda, dan akademisi lokal selama lebih dari satu dekade.
📌 Kajian Akademis: Studi oleh Pusat Kajian Otonomi Daerah UI (2024) menyebut bahwa Kokas memenuhi syarat pemekaran berdasarkan:
- Kelayakan historis dan identitas budaya
- Potensi ekonomi dan konektivitas wilayah
- Aspirasi masyarakat dan dukungan kelembagaan
- Kriteria administratif sesuai PP No. 78 Tahun 2007 dan UU No. 23 Tahun 2014
Gubernur Mandacan: Sosok “Bapa” yang Menyambung Aspirasi
Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, dikenal sebagai pemimpin yang paling mendengar. Ibarat masyarakat adalah anak-anaknya, ia selalu mendukung dan meneruskan aspirasi rakyat kepada pemerintah pusat, selama tidak bertentangan dengan program nasional. Dalam berbagai forum, Mandacan menegaskan bahwa pemekaran wilayah adalah bagian dari percepatan pembangunan di Tanah Papua Barat, bukan sekadar agenda politik.
“Selama aspirasi itu tidak bertentangan dengan program pemerintah pusat, saya akan teruskan. Karena ini bukan hanya soal pemekaran, tapi soal keadilan dan percepatan pembangunan,” — Dominggus Mandacan
Pemekaran Adalah Instrumen Keadilan dan Percepatan Pembangunan
- Pemekaran wilayah bukan sekadar pembentukan entitas administratif, tetapi strategi untuk mendekatkan pelayanan, mempercepat pembangunan, dan memperkuat identitas lokal.
- Papua Barat membutuhkan dukungan regulatif agar tidak tertinggal dari provinsi lain yang telah memiliki lebih dari satu kota dan kabupaten baru.
Aspirasi Sudah Disampaikan Secara Konstitusional dan Partisipatif
- Gubernur Papua Barat, DPRD, tokoh adat, dan masyarakat sipil telah menyampaikan aspirasi ini melalui jalur resmi.
- Pemerintah pusat wajib menindaklanjuti aspirasi yang sah, selama tidak bertentangan dengan program nasional.
- Menunda respons berarti menunda keadilan dan memperpanjang ketimpangan.
Regulasi yang Ditunggu: PP Petada dan PP Desartada
Pemerintah pusat menargetkan penerbitan dua Peraturan Pemerintah pada Januari 2026:
- PP Desartada: Desain Besar Penataan Daerah
- PP Petada: Peta Penataan Daerah
Kedua regulasi ini harus menjadi momentum untuk:
- Menetapkan kotamadya baru di Papua Barat
- Memasukkan Kokas sebagai kabupaten prioritas
- Menunjukkan keberpihakan nyata terhadap wilayah yang selama ini terpinggirkan
Rekomendasi Strategis dari PASTI Indonesia
- Tetapkan Kotamadya Baru di Papua Barat
- Manokwari sebagai ibu kota provinsi layak dipertimbangkan.
- Alternatif lain: Fakfak dan Teluk Bintuni sebagai pusat ekonomi dan sejarah.
- Masukkan Kokas dalam PP Petada sebagai DOB Prioritas
- Pemekaran Kokas akan memperkuat pelayanan publik dan pengakuan identitas lokal.
- Pemerintah wajib mengakomodasi aspirasi masyarakat adat dan sejarah wilayah.
- Lanjutkan Tradisi Kepemimpinan yang Mendengar
- Gubernur Mandacan telah membuka jalan. Pemerintah pusat harus menindaklanjuti dengan regulasi yang adil dan partisipatif.
Pemekaran adalah hak, bukan hadiah. Keadilan wilayah adalah kewajiban negara, bukan pilihan politik. Papua Barat menunggu, dan Pemerintah Pusat harus menjawab.