Lakotani Gugat Musda Kwarda Gerakan Pramuka PB, Post Power Syndrome atau Kejar Kendaraan Politik?

Manokwari, MANews – Musda Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat telah usai sejak akhir November 2022, dan terpilihlah Lazarus Indouw sebagai Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat untuk masa bakti 2022 – 2027. Namun bumbu-bumbu intrik masih terus di lancarkan oleh kubu mantan yang belum bisa “menerima putusan” Ibarat cinta, sudah ditolak, namun hati masih tetap panas ketika melihat bukan dirinya yang berdiri disana.  Kira-kita seperti itu gambaran untuk “gugatan penolakan terhadap hasil Musda Kwarda Ke-IV Gerakan Pramuka Papua Barat”, yang di lancarkan kubu Mohammad Lakotani (MOLA) selaku Mantan Ketua Kwarda.

Tidak tanggung-tanggung, penolakan yang di gerakkan oleh MOLA melibatkan para pembesar di daerah, sekelas Wakil Bupati dan Pejabat Teras di Kabupaten. Mulai dari Fakfak, Kaimana, Bintuni dan beberapa wilayah yang sekarang sudah menjadi Provinsi Papua Barat Daya. Dan yang paling Luar Biasa, dan mungkin hanya ada di Papua Barat serta menjadi sejarah kelam bagi Pramuka di Tanah Papua, tidak tanggung-tanggung Narapidana Tindak Pidana Korupsi yang menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), Drs. Frans W.W Fimbay, sebagai seorang Warga Binaan Aktif dapat menjadi Ketua Cabang (Kwarcab) Kabupaten Teluk Bintuni serta merangkap sebagai Korwil IV meliputi : Papua, Papua Barat dan Maluku. 

Dan sudah berang tentu, W.W Fimbay juga ikut ambil bagian dalam Gerakan MOLA untuk menolak hasil Musda Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat 29-30 November 2022 lalu. Tidak bisa dipungkiri memang, MOLA sebagai Mantan Ka Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat terdahulu sungguh-sungguh “berprestasi dan membanggakan”, bagaimana tidak, Narapidana saja bisa aktif bersumbangsih sebagai Ketua Cabang bahkan Ketua Wilayah IV. Yang dimana tidak tanggung-tanggung, dengan berstatus Warga Binaan Aktif, Fimbay dapat keluar bebas dari Lapas dan menerima Pelantikan langsung dari Presiden Joko Widodo.

Entah ulah siapa yang tega semacam ini, sekelas Presiden di “tipu”, hingga melantik Terpidana korupsi! Padahal jelas-jelas kita ketahui Presiden Joko Widodo selalu menekankan gerakan “Anti Korupsi”. Namun ini pada 2018, yang bersangkutan “dijebak” oknum tidak bertanggung jawab, hingga mencoreng Marwah Presiden!  Tentu Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat saat itu, memiliki andil dalam hal ini. Jika tidak? bagaimana bisa, Warga Binaan Aktif dapat menjadi pengurus Cabang Gerakan Pramuka?! Atau terlalu Bodoh Ketua Kwarda Pramuka Papua Barat saat itu, hingga hal semacam ini bisa tidak terpantau! Pertanyaannya siapa Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat pada saat 2018?!

Dan yang harus di pertanyakan, surat keberatan atas hasil Musda Kwarda Gerakan Pramuka Ke-IV yang telah usai November lalu, yang baru-baru ini di kirimkan ke Kwarnas Gerakan Pramuka atas nama Ketua Cabang (Ka Kwarcab) Kabupaten Teluk Bintuni, WW. Fimbay ini, bagaimana bisa? Seorang Warga Binaan Pemasyarakatan, Seorang dengan sejumlah kasus Korupsi yang masih berjalan, dengan leluasa dapat sangat aktif dalam gerakan Pramuka?! Apakah Gerakan Pramuka ini sudah menjadi Gerakan Politik? bukan lagi Gerakan untuk Pembinaan Karakter Generasi Muda? sehingga tidak adalagi Rasa Malu, tidak ada lagi tanggung jawab moral terhadap generasi muda, hingga Koruptor  dapat leluasa menjadi bagian dari Pramuka! Miris sekali, jika Gerakan Pramuka ternoda hingga seperti ini, karena ego kepentingan! Dan yang paling memilukan adalah, “Orang” yang masih memanfaatkan “Koruptor” ini untuk kepentingannya mendapatkan kembali Jabatannya! 

Entah apa yang ada di bentak Mantan ini, Jika hanya sebatas Post Power Syndrome, ini agaknya sangat berlebihan! Karena jika hanya sebatas Post Power Syndrome, gerakan perlawanan tidak akan sejauh ini, hingga melibatkan Terpidana Korupsi dan para Kepala Daerah/ Wakil bermasalah untuk ambil andil dalam menolak hasil Musda Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat November 2022 lalu.

Menurut Direktur PASTI Indonesia, dalam wawancara melalui WA Call dengan MANews, menyakini bahwa apa yang dilakukan oleh MOLA (Mohammad Lakotani) bersama komplotannya, bukanlah efek Post Power Syndrome, namun sebuah upaya untuk mengambil “Jabatan Publik yang strategis” agar dapat dijadikan kendaraan Politik sebagai Bargaining Power. Karena menurut Lex, MOLA secara keseluruhan sebagai Pejabat Tinggi di Papua Barat yakni sebagai Wakil Gubenur, telah gagal dan tidak lagi mendapatkan perhatian dan kepercayaan Masyarakat!, jadi untuk mendapatkan “nilai jual” kembali, dia sangat membutuhkan jabatan strategis yang menjual! Gerakan Pramuka ini tentunya menjadi “Kendaraan” yang sangat menjanjikan!, jelas Lex.

“Lakotani jadi ketua DPD Gerindra Papua Barat saja, gagal, apalagi jadi sebagai Wakil Gubenur, coba cek berapa suara yang di dapat Gerindra Papua Barat di Parlemen selama dia menjadi Ketua DPD Gerindra Papua Barat! Itu orang mana tau malu, ambisi dia besar! gagal juga sok tampil saja meyakinkan di depan Prabowo dan menempel di Dasco, karena Prabowo dan Dasco awam soal Papua Barat ya percaya aja, SK Ketua DPD kemarin juga baru dapat itu juga setelah “menelikung” Ali Hamdan Bogra. Sekarang ini Publik di Papua Barat harus diberikan kesadaran, bahaya ini! Gerakan Pramuka itu kan Gerakan Nasional untuk pembanguna Karakter, yang jelas sanggat dibutuhkan untuk generasi muda Papua! lah, ini mau jadi apa, kalau di manfaatkan sebagai kendaraan Politik hanya karena Ego pengen lagi jadi Wakil!” – tutup Lex.

Lex sendiri menyampaikan, PASTI Indonesia saat ini telah mempersiapkan surat dan bukti-bukti untuk di kirimkan kepada Presiden RI selaku pihak yang di “jebak dan ditipu” oleh oknum Gerakan Pramuka Papua Barat, sehingga melantik terpidana Korupsi sebagai pengurus Pramuka, serta akan menyurati Ketua Kwarnas Pramuka, Komjen Buwas untuk melihat persoalan Pramuka di tanah Papua ini dengan cermat dan tidak terhasut tipu daya  sebagaimana pernah menimpa Presiden Jokowi pada tahun 2019 lalu. (sky)

Related Posts

Don't Miss