SP-3 POLRI dan P-21 Kejagung Tidak Sinkron, Umar Bersaudara Menggugat

Sorotan814 Views

JAKARTA (MAnews) – Dinyatakannya P-21 untuk tersangka Azwar Umar dan Azhar Umar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sementara Polri sudah mengeluarkan SP-3, dianggap sebagai sebuah bukti ketidaksinkronannya sistem hukum di Indonesia.

Hal tersebut dinyatakan oleh Koalisi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Hukum (KOMPAK) yang siang kemarin, Kamis (22/9/2016) mendatangi Kejaksaan Agung RI di Jakarta Selatan.

Kompak meminta agar kapolri dan kepala Kejaksaan Agung untuk menindak dan bertindak tegas oknum-oknum Polri dan jaksa yang memainkan hukum serta mendesak Kejagung RI untuk menjelaskan kepada publik terkait terbitnya P-21 dan SP-3 yang dinilai bertentangan dengan KUHP.

Kasus bermula dari laporan Hiendra Soenjoto ke Polres Jakarta Utara dengan sangkaan pencemaran nama baik, dengan jeratan pasal Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE.

Saat itu, Azhar Umar sebagai Direktur dan pemegang saham mayoritas di MIT dan MSS memperoleh informasi dari pihak Bank Danamon dan Bank UOB bahwa Hiendra Soenjoto tengah berupaya mengubah specimen tanda tangan rekening perusahaan di Bank Danamon dan Bank UOB menjadi specimen tanda tangan tunggal Hiendra Soenjoto.

Hiendra Soenjoto pada saat itu sudah dalam kondisi diberhentikan sementara oleh Azwar Umar dari jabatannya sebagai direktur utama di MIT dan MSS.

Guna mencegah tindakan Hiendra Soenjoto tersebut dan berdasarkan permintaan dari pihak bank, Azhar Umar kemudian memerintahkan Rangga Dahana (Legal Manager Multigroup) untuk mengirimkan surat elektronik (e-mail) tentang pemberhentian sementara Hiendra Soenjoto tersebut kepada Bank Danamon dan Bank UOB.

Pengiriman surat elektronik yang berisi pemberhentian sementara Hiendra kepada Bank UOB dan Danamon inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh Hiendra Soenjoto untuk mengajukan laporan pidana pencemaran nama baik melalui ITE terhadap Azwar Umar, Azhar Umar dan Rangga Dahana.

Hiendra mendasari laporan pidana ITE tersebut dikarenakan menurutnya Azwar Umar tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikannya karena ia sudah tidak lagi menjabat sebagai satu-satunya komisaris dalam MIT dan telah diberhentikan sebagai komisaris dalam MSS, beberapa waktu sebelum pemberhentian sementara Hiendra dilakukan melalui dokumen-dokumen perusahaan yang dibuat sendiri oleh Hiendra.

Namun faktanya, hingga saat pengiriman pemberitahuan kepada bank melalui email tersebut dilakukan, dokumen-dokumen versi Hiendra tersebut tidak pernah diberitahukan dan tidak diketahui keberadaannya oleh Azhar Umar dan Azwar Umar.

Kasus yang bermula dari laporan HS ke Polres Jakarta Utara dengan sangkaan pencemaran nama baik atau UU ITE saat ini menjadi bola liar. Pasalnya ada oknum penegak hukum yang bermain-main dengan hukum karena tidak ada kesinkronan antara Polisi dan kejaksaan,” ujar Zulka, Koordinator aksi siang itu.(MH)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *