Mamberamo Tengah, Papua — PASTI Indonesia, lembaga advokasi publik dan transparansi anggaran, mengungkap skandal berlapis yang mengguncang Kabupaten Mamberamo Tengah: dugaan penggunaan gelar akademik palsu oleh istri Bupati, indikasi korupsi sistemik dalam pengelolaan APBD, dan dugaan intervensi politik dalam Pilkada 2024 yang berujung pada penetapan Yonas Kenelak sebagai Bupati terpilih, meski kondisi kesehatannya sempat dipertanyakan publik.
Dalam pernyataan resminya, Lex Wu, Direktur Eksekutif PASTI Indonesia, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melaporkan kasus ini ke KPK, Kemendargi serta Presiden RI. “Kami tidak hanya bicara soal etika, tapi soal pelanggaran hukum yang nyata. Ini adalah skema kekuasaan yang dibangun di atas kebohongan, korupsi, dan manipulasi demokrasi,” tegas Lex.
Gelar Akademik Palsu: Identitas yang Dibangun di Atas Kebohongan
Ny. Ponco Wahyu Putri Utami Kenelak secara terbuka menggunakan gelar S.Sos dalam kapasitasnya sebagai Ketua TP PKK dan Bunda PAUD. Gelar tersebut tidak hanya tercantum dalam publikasi resmi seperti kartu ucapan Idul Adha, tetapi juga dipamerkan secara aktif dalam video-video di akun TikTok pribadinya, yang menampilkan aktivitas sosial dan seremonial dengan embel-embel gelar akademik.
Namun, hasil penelusuran melalui portal Dikti dan sistem GTK Kemendikbudristek menunjukkan tidak ada data yang mencatat dirinya sebagai mahasiswa, dosen, atau tenaga kependidikan. Nama tersebut tidak tercantum dalam basis data pendidikan tinggi nasional, baik sebagai lulusan maupun peserta aktif.

“Ini bukan sekadar pencitraan. Ini adalah pemalsuan identitas akademik yang digunakan untuk memperkuat posisi sosial dan jabatan publik,” tegas Lex Wu, Direktur Eksekutif PASTI Indonesia.
Ancaman pidana:
-
Pasal 93 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi: Penjara hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
- Pasal 263 KUHP: Pemalsuan dokumen diancam penjara hingga 6 tahun.
- Pasal 272 KUHP Baru: Penggunaan gelar akademik palsu di depan umum diancam penjara hingga 6 tahun atau denda kategori V.
- Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU ITE: Menyebarkan informasi elektronik yang mengandung kebohongan atau menyesatkan dapat dikenakan pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.
-
Pasal 28 ayat (3) UU ITE 2024: Menyebarkan informasi bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat melalui media digital diancam pidana penjara dan sanksi administratif.
Simbol Arogansi Kekuasaan
Penggunaan gelar akademik palsu oleh istri Bupati bukanlah sekadar pelanggaran administratif. Ini adalah simbol arogansi kekuasaan, di mana jabatan publik dijadikan panggung pencitraan tanpa dasar kompetensi dan legalitas. Ketika gelar akademik digunakan untuk memperkuat legitimasi sosial, padahal tidak didukung oleh pendidikan yang sah, maka publik berhak mempertanyakan integritas pejabat dan keluarganya.
Kasus ini mencerminkan krisis etika dalam birokrasi lokal, di mana jabatan dan status sosial dibangun di atas fondasi manipulatif. Dalam konteks nasional yang sedang menyoroti dugaan ijazah palsu pejabat tinggi negara, skandal di Mamberamo Tengah menjadi cerminan bahwa praktik serupa telah menjalar hingga ke daerah terpencil.
Korupsi APBD: Jabatan Plt Dijadikan Mesin Uang
Setelah Ricky Ham Pagawak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, jabatan Bupati beralih ke Yonas Kenelak sebagai Plt. Alih-alih memulihkan tata kelola, masa transisi ini justru dimanfaatkan untuk memperkuat jaringan dan memperkaya diri melalui pengelolaan APBD yang tidak transparan.
Temuan PASTI Indonesia dalam LK 2022–2023:
- Proyek fiktif dan belanja modal tanpa bukti fisik
- Penunjukan langsung tanpa lelang
- Kelebihan pembayaran dan mark-up anggaran
- Dana hibah dan bansos tidak tepat sasaran
- Ketidaksesuaian neraca aset dan laporan realisasi anggaran
Ancaman pidana:
- Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: Korupsi yang merugikan keuangan negara diancam penjara 4–20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar. Jika dilakukan oleh penyelenggara negara, hukuman dapat diperberat.
Manipulasi Pilkada: Demokrasi yang Dikorbankan Demi Kekuasaan
Pilkada Mamberamo Tengah 2024 telah selesai. Yonas Kenelak ditetapkan sebagai Bupati terpilih. Namun, PASTI Indonesia menemukan indikasi bahwa sebagian dana hasil korupsi APBD diduga mengalir ke oknum internal KPU Kabupaten Mamberamo Tengah. Tujuannya: memuluskan pencalonan Yonas, termasuk meloloskan syarat kesehatan yang sempat dipertanyakan publik.
Ancaman pidana:
- Pasal 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu: Memberi uang atau materi kepada penyelenggara pemilu untuk memengaruhi hasil diancam penjara hingga 4 tahun dan denda hingga Rp48 juta.
-
Pasal 263 KUHP: Pemalsuan surat keterangan kesehatan diancam penjara hingga 6 tahun.
“Jika benar dana publik digunakan untuk memanipulasi pencalonan dan penetapan hasil, maka legitimasi pemerintahan hasil Pilkada 2024 patut dipertanyakan,” tegas Lex.
Langkah Hukum dan Seruan Publik
PASTI Indonesia akan segera mengajukan laporan resmi kepada:
- Presiden Republik Indonesia
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
- Dirtipidum Bareskrim POLRI serta Direktorat Siber Bareskrim Polri untuk pelanggaran UU ITE
Laporan akan mencakup bukti visual, dokumen keuangan, analisis akademik, dan indikasi transaksi politik. PASTI juga menyerukan kepada masyarakat sipil, media, dan akademisi untuk turut mengawasi dan menekan pemerintah agar segera melakukan audit menyeluruh dan reformasi struktural di Mamberamo Tengah.
“Kami tidak akan berhenti sampai ada tindakan hukum dan pemulihan integritas birokrasi dan demokrasi di Mamberamo Tengah,” tutup Lex.
Reporter: Tim Investigasi Narasumber: Lex Wu, Direktur Eksekutif PASTI Indonesia Tanggal Publikasi: 14 September 2025
Redaksi membuka kanal pelaporan publik untuk masyarakat yang memiliki informasi tambahan terkait skandal ini. Demokrasi tidak boleh dikendalikan oleh uang, dan jabatan publik tidak boleh dibangun di atas kebohongan.











