MA-News Fakfak. Pengalaman pahit harus diterima oleh 10 anak asal Kabupaten Fakfak yang baru selesai menuntaskan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan Migas (SMK Migas) Cepu baru-baru ini. Ironisnya pasca menamatkan pendidikan di SMK Migas Cepu, mereka berencana melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Energi dan Mineral (STEM Akamigas) Cepu. Akan tetapi harapan mereka pupus karena mahalnya biaya pendidikan, serta tidak-tersedianya biaya pendidikan bagi kesepuluh anak asal Fakfak tersebut.
Informasi yang diterima MA-News via whatapp (Selasa, 05/08/19) dari orang tua siswa Bpk. Mahmud Daeng yang sering di sapa Abang Daeng yang mana merupakan korban tingginya biaya pendidikan mengeluhkan bahwa dirinya sempat berupaya mencari beasiswa melalui Kementrian Pertambangan dan Energi, serta sempat diberikan formulir untuk di isi. Namun setelah diteliti berkasnya, jawaban pahit mesti diterima bahwa yang bisa memperoleh beasiswa adalah anak-anak yang berasal dari Daerah Penghasil Migas dan Daerah lain yang tergolong sebagai daerah tertinggal dan Daerah Pedalaman.
“saya sempat usaha cari beasiswa di Kementrian Pertambangan dan Energi, dan sempat dikasih formulir untuk di isi setelah itu dikembalikan lagi. Tapi waktu di periksa formulir itu ternyata kami tidak bisa diberikan beasiswa dengan alasan bahwa yang berhak dapat beasiswa hanya anak-anak yang berasal dari daerah penghasil Migas selain itu anak-anak yang berasal dari daerah yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal dan pedalaman” keluh Abang Daeng.
Lebih lanjut ditegaskan oleh Abang Daeng bahwa biaya pendidikan persemester pada STEM Akamigas sebesar Rp. 25.000.000,- dan tentunya anak-anak ini membutuhkan beasiswa untuk membiaya pendidikan mereka. Namun karena tidak memperoleh biaya tersebut al-hasil 10 anak asal Fakfak ini terpaksa harus kembali ke daerahnya.
“Biaya semester di STEM Akamigas itu sebesar Rp. 25.000.000,- dan tentunya kami sangat membutuhkan beasiswa. Tapi karena tidak dapat ya sudah terpaksa anak-anak kami harus kembali” Tegas Abang Daeng.
Keadaan ini menjadi pengalaman pahit bagi para orang tua dan anak-anak khususnya yang berasal dari Fakfak dengan segudang semangat serta cita-cita untuk mengenyam pendidikan lanjutan (baca kuliah) pada perguruan tinggi yang berbasiskan pertambangan dan energi. Selain itu pula kebijakan Pemerintah Pusat melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal pada gilirannya memberikan dampak buruk bagi daerah-daerah yang tidak masuk dalam kategori daerah tertinggal salah satunya Kabupaten Fakfak untuk mengakses beasiswa dari beberapa kementrian.
Pada hal Kabupaten Fakfak merupakan wilayah penyanggah Kabupaten Bintun sebagai daerah penghasil Migas. Selain itu dalam perkembangan eksploitasi Migas Kabupaten Fakfak juga merupakan wilayah dampak eksploitasi dimana dalam pencanangannya akan di buka eksplorasi Migas Tren 3 di Wilayah Arguni dan Ugar yang merupakan wilayah administrasi Kabupaten Fakfak. Dilain sisi Fakfak tidak dalam kategori sebagai Daerah tertinggal oleh Presiden melalui Keputusan No. 131 Tahun 2015 sudah barang tentu atas dasar sejumlah pertimbangan dan akurasi data yang berasal dari Kabupaten Fakfak. Karena dasar ditetapkannya sebuah daerah sebagai daerah tertinggal tentunya melalui sejumlah kriteria antara lain : Perekonomian Masyarakat; Sumber Daya Manusia; Sarana dan Prasaran; Kemampuan Keuangan Daerah; Aksesibilitas; dan Karakteristik Daerah.
Jika merujuk pada sejumlah kriteria di atas, maka akan muncul pertanyaan mendasar apakah Kabupaten Fakfak telah memenuhi bahkan melebihi sejumlah kriteria tersebut ?? Tentunya jawaban terhadap pertanyaan tersebut merupakan evaluasi menyeluruh terhadap semua pihak baik pemerintah maupun lembaga-lembaga terkait lainnya. [DR]