JAKARTA (MAnews) – Beragam penyelewengan dalam penggunaan dana Bantuan Sosial (BANSOS) diberagam daerah agaknya kian terungkap, di Kaimana, Papua Barat, diduga telah terjadi sejumlah penyalahgunaan dana BANSOS dengan beragam dalih berupa program fiktif, salah satunya ialah program beasiswa sekolah keluar negeri yang mengakibatkan sejumlah siswa asal Papua harus terlantar di Jakarta hingga saat ini.
Hal tersebut terungkap berdasarkan sejumlah investigasi yang telah dilakukan oleh sebuah lembaga pemantau anggaran dan gerakan anti korupsi – Perhimpunan Aksi Solidaritas Untuk Transparansi Dan Independensi Indonesia (PASTI Indonesia) yang telah melakukan investigasi terkait kasus ini sejak lama, telah melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan belum ditindaklanjuti hingga hari ini.
Program yang tenggarai sebagai program fiktif tersebut bermula dari ide awal Bupati Kaimana yang merencanakan program studi gratis ke Jerman pada awal Tahun 2013.
Sebelumnya ada delapan siswa dari Kaimana, masing-masing dari SMA Negeri 1 Kaimana, SMU YPK Efata dan SMU YPPK Aquino Kaimana yang dikirim untuk mengikuti program pembimbingan belajar sistem cepat di Yayasan Yohanes Surya (Surya Institute) Jakarta.
Kedelapan siswa tersebut diberangkatkan ke lembaga pendidikan Yohanis Surya setelah naik kelas II SMU, sehingga total waktu belajar di Yohanis Surya tidak melebihi 2 tahun.
Permasalahan yang sangat tidak lazim adalah karena ketika menjelang waktu 2 bulan masa ujian akhir nasional, mereka langsung dikeluarkan dari sekolah atas perintah bupati. Padahal dalam kesepakatan perjanjian kerjasama antara Pemda Kaimana dengan Yayasan Yohanes Surya itu tentu sudah mengikat bahwa siswa-siswa tersebut akan dibina dalam proses belajar mengajar hingga tamat SMU baru dikembalikan kepada Pemda untuk merencanakan kelanjutan studi mereka.
Kedelapan orang tersebut akhirnya tidak mengikuti ujian di Surya Institute – Jakarta, lantaran dikeluarkan atas permintaan bupati. Mereka ketika kembali di Kaimana pun tidak diarahkan untuk mengikuti ujian akhir meskipun nama mereka sudah terdaftar disekolah asal masing-masing di Kaimana.
Alhasil, dari 8 siswa tesebut hanya ada 1 anak yang memilih keluar lalu kembali ke sekolah asalnya untuk mengikuti Ujian Akhir Nasional dan ternyata lulus hingga anak yang bersangkutan telah melanjutkan kuliah di Universitas Samratulangi Manado.
Sementara 7 anak lainnya hanya diminta untuk mengurusi kelengkapan administrasi KTP, Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran untuk kepentingan syarat pengurusan visa ke Jerman.
Konon kabarnya waktu mereka sangat mendesak sehingga tidak sempat mengikuti ujian akhir, sehingga mereka setelah kembali Jakarta nanti hanya 1 minggu untuk kepengurusan visa setelah itu langsung diberangkatkan ke Jerman.
Ternyata apa yang digembor-gemborkan oleh bupati itu tidak semudah yang dibayangkan, dimana mereka belum bisa langsung berangkat ke Jerman tetapi harus menunggu di Jakarta sambil mengikuti kursus bahasa Jerman selama lebih dari 1 tahun baru diberangkatkan ke Jerman pada Bulan September 2014.
Dikarenakan mereka tidak mengikuti ujian akhir nasional baik di Jakarta maupun Kaimana sehingga oleh Dinas Pendidikan Kaimana hanya memberikan mereka ijazah Paket C.
“Ijazah paket C itu direkayasa sedemikian rupa tanpa melalui prosedur ujian paket C sesuai ketentuan yang berlaku. Pasalnya mereka juga tidak mengikuti ujian paket C secara kolektif yang dilaksanakan di Kaimana karena saat itu mereka berada di Jakarta. Mereka langsung dibuatkan ijazah dengan mencantumkan nama lembaga pendidikan asal adalah “Kelompok Belajar simora”. Nama kelompok belajar ini adalah FIKTIF karena di kaimana tidak pernah ada nama kelompok belajar Simora.” Ujar Along,seorang aktivis anti korupsi dari PASTI Indonesia.
KONDISI SETELAH DI JERMAN
Para siswa itupun akhirnya diberangkatkan ke Jerman, total ada 8 orang siswa, dimana 7 orang lulusan SMU dan 1 orang lulusan S1 berstatus PNS.
“Bupati sengaja melengkapi peserta menjadi 8 orang sebagai simbol bahwa mereka yang ke Jerman tersebut mewakili 8 suku asli kaimana.” Ujar Along kembali.
Menurut pengakuan mereka, ketika di Jerman langsung menginap bersama disatu rumah yang sudah dikontrakan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh Bupati. Tiga bulan pertama dari akhir September hingga Desember 2014, semua fasilitas masih ditanggung langsung oleh pihak III, namun setelah memasuki Tahun 2015 semua tagihan biaya dibayarkan langsung oleh mereka sendiri.
“Para siswa ini kemudian dipaksa untuk membayar 4 jenis pembiayaan yang sifatnya langsung dan wajib setiap bulan diantaranya, biaya Kost perorang harus memenuhi sebesar 237,5 euro, biaya Kursus 280 euro, biaya Asuransi 53 euro dan biaya Angkutan sebesar 52 euro, sehingga total biaya yang wajib dibayar setiap bulan adalah sebesar 622 euro” ujar Along.
DUGAAN KERUGIAN NEGARA
Pada Tahun 2014, Bupati Kaimana menganggarkan Dana untuk bantuan study bagi anak-anak Kaimana ke Jerman sebesar Rp. 6 milyar, pada pembahasan RAPBD Kabupaten Kaimana Tahun 2014, sempat ditanya melalui Pandangan Umum Fraksi PKPB Berdaulat terhadap sambutan Bupati tentang Penyampaian Nota Keuangan APBD Tahun 2014 terkait alokasi Dana sebesar 6 Milyar rupiah untuk Bantuan Pendidikan ke Jerman.
Fraksi PKPB meminta penjelasan bupati tentang: Rincian penggunaan anggaran tersebut, alokasi anggaran tersebut untuk berapa orang, untuk berapa lama, dan siapa mitra Pemda dalam pengiriman mahasiswa tersebut yang diketahui dilakukan dengan sistem pemunjukan langsung tersebut.
“Berdasarkan rapat dengan DPDRD Kaimana, Bupati menyatakan bahwa rincian Anggaran sebesar Rp. 6 Milyar tersebut digunakan untuk persiapan keberangkatan, biaya kuliah program freshman dan biaya kuliah untuk program kesarjanaan strata 1. Total waktu perkuliahan dari freshman year sampai dengan selesai kurang lebih 4 tahun, Mitra kerja Pemda adalah lembaga IDEA melalui PT. Medisarana Eduglobal. Dari jawaban bupati sudah terlihat jelas bahwa dana yang dianggarkan sebesar 6 Milyar rupiah tersebut dianggap tuntas untuk biaya kuliah 8 orang selama 4 Tahun di Jerman. “ ujar Along.
BENTUK – BENTUK KEJANGGALAN
Berdasarkan investigasi dari PASTI Indonesia, program ini ditemukan memiliki sejumlah kejanggalan, semisal dana yang sudah dianggarkan pada pada APBD 2014 sebesar Rp. 6 Milyar untuk target kuliah hingga strata 1 selama 4 tahun, tapi kemudian ada penambahan Dana lagi pada APBD 2015 sebesar Rp. 6.445.000.000 dan pada APBD 2016 sebesar Rp. 9 Milyar.
“Mereka 8 orang tersebut, hanya mengikuti kursus bahasa di Jerman dan tidak mengikuti program freshman/ studientkolleg sehingga sama sekali tidak kuliah di Jerman. Selain itu, keberadaan anak-anak Kaimana tersebut di Jerman tidak mencapai waktu selama 4 tahun seperti yang disampaikan oleh bupati.” Ujar Along
Kejanggalan lain terlihat dari, keberangkatan anak-anak Kaimana tersebut sejak awal tidak bertujuan untuk kuliah tetapi semata-mata hanya untuk mengikuti kursus, karena mereka berangkat dengan menggunakan visa kursus dan bukan visa belajar. Dimana visa kursus tidak bisa dikonversi menjadi visa studi, sehingga masa tinggal mereka di Jerman tidak boleh melebihi jangka waktu 2 tahun.
“Mereka 8 orang dimaksud telah mengikuti tes masuk ke Studientkolleg, tetapi tidak lulus sehingga langsung dipulangkan. 4 orang sudah duluan dipulangkan ke Indonesia, sedangkan 4 orang lagi diprediksi akan kembali ke Indonesia pada akhir Agustus atau September awal 2016, dikarenakan visa mereka tidak dapat diperpanjang lagi. Sehingga total waktu selama mereka di Jerman tidak mencapai dan atau melebihi masa 2 tahun.” Ujar Along
Berdasarkan penelusuran PASTI Indonesia, ditemukan fakta bahwa mitra Kerja Pemda yang disampaikan oleh Bupati masih tidak jelas, karena ada 3 versi diantaranya adalah PT. Medisarana Eduglobal, Mitra Kerja yang dimaksud ini sesuai penjelasan bupati dalam sidang Paripurna DPRD Kabupaten Kaimana Tahun 2014.
Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemda Kaimana dengan University of Science Wurzhburg – Schwrinfrut Jerman dan Letters of Intens (LoI) di bidang Pendidikan dengan Hanze University Aplied Sciences Groningen The Netherlands, bahwa mitra Kerja dimaksud ini diduga fiktif tetapi sengaja diyakinkan kepada DPRD dan masyarakat untuk dijadikan alasan agar bupati dan rombongan yang terdiri dari beberapa Kepala SKPD dan Ketua Dewan Adat Kaimana bisa melakukan perjalanan ke Luar Negeri.
“Terdapat nama PT. Bursa Comindo Infotama (PT. BCI), Mitra Kerja terakhir ini yang diketahui bekerjasama dengan bupati, tetapi diduga tidak memilki kwalifikasi (bukan lembaga resmi) yang punya kwalifikasi dalam mengelola urusan perkuliahan calon mahasiswa Indonesia ke luarnegeri.” ujar Along
TOTAL JUMLAH ANGGARAN PADA APBD
Semua pembiayaan mereka ditanggung oleh Pemerintah Daerah melalui Pos Dana Bansos (Bantuan sosial), yang dianggarkan sebesar Dua Puluh Dua Milyar seratus Lima Puluh Juta Rupiah, Masing-masing sebagai berikut:
- APBD Tahun 2014 = Rp. 6.000.000.000
- APBD Tahun 2015 = Rp. 6.445.000.000
- APBD Tahun 2016 = Rp. 9.700.000.000
“Menurut kami dari PASTI Indonesia, bahwa telah terjadi dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Dana Bansos APBD Kabupaten Kaimana sejak Tahun 2014, Tahun 2015 dan Tahun 2016. Pada prinsipnya program kerja sama antara Bupati Kaimana dengan pihak ketiga tidak pernah diketahui isi dokumennya oleh DPRD maupun masyarakat, sehingga potensi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sangat besar terlah dilakukan oleh Bupati Kaimana Matias Mairuma. Selain itu, program pendidikan ke Jerman ini menganggarkan Dana sebesar Rp. 22.150.000.000, sedangkan hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan fakta sesungguhnya.” Ujar Along.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh PASTI Indonesia, ditemukan fakta bahwa tidak ada aktivitas kuliah yang dilakukan oleh anak-anak asal Kaimana yang dikrim ke Jerman. Anak-anak yang dikirim ke Jerman tersebut hanya mengikuti kursus bahasa Jerman sebagaimana visa yang mereka miliki, sehingga tidak dapat tinggal di Jerman melebihi batas waktu 2 tahun.
“Prediksi sementara dari total Dana Bantuan yang mengalir sampai ke 8 orang anak-anak asli Kaimana yang kirim oleh Bupati tidak mencapai Rp. 2 Milyar, sehingga potensi penyalahgunaan sangat besar telah dilakukan oleh Bupati Kaimana.” Ujar Along
Dalam penelusurannya, PASTI Indonesia pula menemukan sejumlah barang bukti yang telah dilaporkan kepada KPK di Jakarta, diantaranya ialah Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas APBD Kabupaten Kaimana Tahun 2015, DPA 2014 , DPA 2015 dan DPA 2016.
“Sekiranya KPK dapat menjadikan Data Temuan pada LHP BPK 2015 sebagai pintu masuk untuk mengungkap total kerugian Negara dari Tahun 2014 – 2016.” Tukas Along.
PASTI Indonesia pula menemukan indikasi bahwa Bupati Kaimana sengaja mengusung program pendidikan yang direkayasa tanpa ada proses seleksi dan perencanaan yang matang.
“Bupati Kaimana ini sering digembor-gemborkan dengan isu bahwa dialah satu-satunya Bupati di Papua yang melakukan terobosan menggunakan APBD Kabupaten untuk mengirim anak – anak daerah Kaimana ke Jerman, ternyata ini hanya bertujuan untuk membangun pencitraan politik sesaat menjelang Pilkada 2015, sekaligus dijadikan ladang korupsi Dana Bansos. Kejadian ini sudah sangat jelas merugikan keuangan Negara, membohongi masyarakat Kaimana, serta mengorbankan masa depan anak-anak Papua asal Kaimana yang berasal dari keluarga miskin di kampung – kampung terpencil.” Pungkas Along (DPR/DLL)