Cacat Hukum, Pilkada Fakfak Harus Diulang

Sorotan1158 Views

JAKARTA (MA) – Pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Pilkada Fakfak 2015 yang gagal maju di ajang pesta rakyat karena diganjal keputusan KPU Provinsi Papua Barat, Donatus Nimbitkendik dan Abdul Rahman mengadukan masalah mereka ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI). Dan Rabu (8/6) kemarin DKPP mulai menggelar sidang dugaan pelanggaran etik terkait Pilkada Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Pihak yang diadukan dalam perkara ini adalah dua anggota Panwas Fakfak yakni Dihuru Dekry Radjaloa dan Gazali Letsoin serta lima anggota komisioner KPU Provinsi Papua Barat yakni Amos Atkana, Yotam Senis, Paskalis Semuanya, Abdul Sidik, dan Christine Ruth Rumkabu.

Kuasa hukum paslon nomor urut 2, Jamaluddin Rustam seusai persidangan menyatakan bahwa pihaknya melaporkan dugaan kesalahan etis yang dilakukan oleh KPU Papua Barat saat mengambil alih tugas KPUD Fakfak yang dibekukan.

“Kesalahan KPUD Papua Barat bersumber dari surat keputusan nomor 66/Kpts/KPU.Prov-32/XI/Tahun 2015 yang isinya menganulir SK KPU Kabupaten Fakfak (SK Nomor 5/2015) yang menyatakan pencalonan paslon Donatus-Abdul Rahman telah memenuhi syarat. Dengan keluarnya SK 66, klien kami kemudian dianggap tidak memenuhi syarat. Padahal Pak Donastus sebelumnya sudah dinyatakan memenuhi syarat termasuk lewat putusan DKPP No 65/DKPP-PKE-IV/2015 yang menyatakan dukungan terhadap pasangan ini sah. Sehingga patut diduga terjadi pelanggaran kode etik dalam perkara ini,“ kata Jamaluddin.

Jamaluddin meyakini ada skenario besar untuk menggagalkan kliennya maju dalam Pilkada Fakfak 2015 lalu. Sebab yang dipersoalkan hanyalah dualisme di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mendukung Pak Donastus, sementara dualisme partai Golkar yang disengketakan Pak Ivan Ismail Madu dan pasangan calon Inya Bay tidak pernah dipersoalkan sampai dengan pembatalan calon. “Mengapa hanya persoalan Pak Don saja yang disoroti, bagaimana dengan persoalan Pak Ivan yang juga partainya bermasalah. Dan herannya mengapa persoalan ini maju mundur terus dan ketika pilkada hendak memasuki tahapan pemilihan, Pak Don langsung dijegal,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Donastus Nimbitkendik mempertanyakan prosedural pembatalan dirinya sebagai paslon meski dirinya sudah masuk dalam tahapan pilkada. “Saya mempertanyakan pembatalan diri saya sebagai calon bupati melalui surat perintah dari KPU Provinsi Papua Barat Nomor 66/kpts/KPU.Prov.032.XI.2015 tanggal 25 November 2015 tentang perubahan SK KPU nomor 5 tahun 2015 tentang perubahan penetapan dari 3 peserta pasangan calon menjadi 2 peserta pasangan calon saja yaitu nomior urut 1 (satu) Drs. Mohamad Uswanas Abraham Sopaheluakan dan Ivan Ismail Madu, padahal saat itu sudah memasuki tahapan pilkada dan waktu pencoblosan tinggal beberapa hari,” kata Donastus.

Dikatakan yang lebih mengherankan dari pembatalan ini adalah tidak ada satu pun calon dari dua pasangan calon lain yang maju mengajukan keberatan atau sanggahan atas dalam penetapan 3 calon oleh KPUD Fakfak sebelumnya. “Pembatalan ini adalah sebuah rekayasa yang telah dibuat oleh salah satu pasangan calon dan penyelenggara Pilkada lokal. Maka saya menuntut agar pilkada Fakfak yang cacat hukum ini harus diulang,” kata Donastus.

Ketua DKPP Jimly Asidiqie mengungkapkan memang ada sejumlah pilkada di Papua dan Papua Barat yang bermasalah termasuk Kabupaten Fakfak ini dan untuk itu pihaknya telah memecat Komisioner KPUD Kabupaten Fakfak beberapa waktu lalu dan semua tahapan Pilkada dilaksanakan oleh KPU Provinsi Papua Barat. “Tetapi yang bersangkutan (Donatus-red) tetap belum merasa puas atas kinerja KPU Provinsi Papua Barat,” kata Jimly.

Jimly mengakui hingga kini DKPP memang masih menerima kasus pengaduan terkait Pilkada serentak 2015 silam. Ia berharap, peristiwa di Fakfak dapat menjadi pelajaran KPU untuk Pilkada 2017 mendatang. “Kami bersyukur penyelenggaraan Pemilu 3 sampai 4 tahun ini telah mengalami sedikit perbaikan. Bawaslu dan DKPP sudah memecat sekitar 360 orang ini memberikan dampak bagi penyelenggara,” jelasnya. Sementara putusan terkait kasus ini, ia menegaskan, bersifat mengikat. “Sanksi yang paling berat adalah pemberhentian terhadap yang bersangkutan,” tandasnya. (w-2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *