Jakarta MA_News. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Fakfak dr. Subhan Rumoning diduga kuat memanfaatkan situasi pandemic Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) sebagai lahan bisnis privat. Dengan mematok tarif sekali pemeriksaan rapied test berkisar 600 ribu hingga 1 juta rupiah per satu orang. Tentu saja bisnis ini menjadi sangat menjanjikan di tengah masa pandemic covid ini serta bukan tidak mungkin bisnis berkedok rapied test ini mampu menambah pundi-pundi keuangan orang no 1 RSUD Fakfak ini.
Yang sangat mengherankan lagi bahwa Direktur RSUD Kabupaten Fakfak melalui keterangannya beberapa pekan lalu di media online, dirinya mengatakan bahwa RSUD Fakfak telah memiliki alat pemeriksaan rapied test yang diperoleh melalui bantuan Pemerintah Pusat, namun setiap pasien yang hendak melakukan pemeriksaan rapied test pada RSUD Fakfak, selalu diarahkan ke Klinik Satria yang nota benenya adalah milik dr. Subhan Rumoning selaku direktur RSUD Fakfak.
Tentu saja situasi ini mendapat kecaman keras dari Dewan Pembina PASTI Indonesia Arlex Long Wu. Ketika ditemui di ruang kerjanya sabtu, 13/06/20, mengatakan bahwa dirinya telah memperoleh laporan dari masyarakat mengenai tingginya biaya pemeriksaan rapied test. Oleh karenanya saat ini, dirinya sedang mempersiapkan laporan untuk dilaporkan pada senin, 15/06/20 ke Kementerian Kesehatan bersamaan dengan laporan terkait penyelewengan Anggaran Covid 19 di Kabupaten Fakfak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Arlex juga menyesalkan tindakan Direktur RSUD Kabupaten Fakfak yang memanfaatkan keadaan pandemic ini untuk memperkaya dirinya. Pada hal semestinya orang No. 1 di RSUD Fakfak ini harus memahami benar kondisi ekonomi masyarakat yang lagi susah akibat pandemic covid 19. Ditegaskan pula oleh mantan Ketua Umum PASTI Indonesia ini bahwa tindakan yang dilakukan oleh Direktur RSUD Fakfak, sangat bertentangan dengan hukum. Jika merujuk dari KEPRES NO. 11 Tahun 2020 yang mana telah menetapkan status COVID-19 sebagai sebuah bencana Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, maka semestinya pemeriksaan rapied test tidak semestinya dipungut biaya. Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Undang-undang No. 4 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana maka sudah tentu pemeriksaan rapied test merupakan hak mutlak yang diperoleh setiap pasien. Namun faktanya Direktur RSUD Fakfak sepertinya tidak memperdulikan hak pasien namun menjadikan proses pemeriksaan ini sebagai ladang Bisnis di tengah situasi pandemic. Oleh karenanya perbuatannya ini sudah seharusnya dilaporkan ke Kementrian Kesehatan untuk ditindak-lanjuti . Tutup Arlex. (Red)